Tata Cara Aqiqah Menurut Nu. Dalam tradisi umat Islam, khususnya Nahdliyin, kelahiran seorang anak ke dunia biasa dirayakan dengan aqiqah. Aqiqah adalah sebutan binatang yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahiran bayi. Jika kemampuan finansialnya hanya mampu menyembelih seekor kambing untuk bayi laki-laki, maka penunaian sunah aqiqah sudah terpenuhi.

Jika tidak terlaksana, menurut pendapat yang dipilih, masih bisa dilaksanakan sebelum lewat masa nifas (ibunya). Jika bayi tidak diaqiqahi sampai masuk masa baligh, maka kesunahan aqiqah gugur dari kedua orang tuanya.

Sedangkan si anak boleh (memang sebaiknya) mengaqiqahi dirinya sendiri setelah itu. Dalam literatur-literatur fiqih Syafiiyah, terdapat pemaparan panjang lebar mengenai masalah pendistribusian ini; Jika aqiqahnya bukan kategori wajib (nadzar), maka harus disedekahkan kepada tetangga tanpa memandang status ekonomi (meskipun bukan fakir-miskin) dan sisanya bisa dikonsumsi sendiri maupun oleh orang lain.

Yakni, bagian aqiqah tidak boleh menjadi obyek transaksi ekonomi, misalnya diperjual belikan. Untuk itu, ada beberapa hal dalam penanganan daging dan pendistribusiannya, antara lain:.

Tetapi hendaknya daging tersebut dipotong pada tiap ruas atau persendian tulang.

Doa-doa seputar Aqiqah

Aqiqah adalah sunnah Rasul yang didefinisikan sebagai penyembelihan hewan dalam rangka penebusan seorang anak. Sebab, sebagaimana sabda Nabi saw dalam hadits riwayat Abu Dawud nomor 1522, tubuh seorang anak itu tergadaikan sampai ia diaqiqahi:.

Hewan yang disembelih dalam Aqiqoh ialah dua ekor kambing bagi anak lelaki dan satu ekor kambing bagi anak perempuan. Allâhumma innî u’îdzuhâ bika wa dzurriyyatahâ minasy syaithânir rajîm.

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan untuk dia dan keluarganya dari setan yang terkutuk.”.

Buat Yang Belum Aqiqah

Aqiqahan ialah mengundang tetangga untuk membacakan ayat Al-Quran, zikir, atau maulid Barzanji yang kemudian memotong sedikit rambut bayi oleh sejumlah undangan secara bergantian saat mahallul qiyam. Kata ahli fiqih, aqiqah ialah hewan sembelihan yang dimasak gulai kemudian disedekahkan kepada orang fakir dan miskin.

Ketentuan aqiqah bagi anak-anak yang sudah balig atau bahkan dewasa, diterangkan Syekh Nawawi Banten dalam kitab Tausyih ala Fathil Qaribil Mujib berikut,. Sementara agama memberikan pilihan kepada seseorang yang sudah balig untuk mengaqiqahkan dirinya sendiri atau tidak.

Tetapi baiknya, ia mengaqiqahkan dirinya sendiri untuk menyusul sunah aqiqah yang luput di waktu kecilnya.”. Singkat kata, mereka menanggung sendiri kebutuhan hidupnya, dosa dan pahala yang dilakukan, termasuk untung maupun rugi kalau berusaha.

Menilik Tradisi Aqiqah di Sulsel

Pangkep Jum’at (8/2) atas seorang bayi perempuan dengan nama Anindyanari Lintang Amala, putrid campuran Jawa-Makassar yang diaqiqahi pada hari ketujuh kelahirannya. Terdapat pesan moral yang penting bahwa segala sesuatu telah dipersiapkan bagi kehidupan bayi dalam perspektif jangka panjang dan tidak merusak alam. Selain itu disediakan pula sebuah kelapa muda yang dibuka dan airnya digunakan untuk membasahi gunting guna memotong rambut sang bayi.

Dua potong gula merah juga disediakan sebagai simbolisasi agar kehidupan anak tersebut selalu manis, menyenangkan, dan penuh kegembiraan. Ditambah pula dengan dua buah pala yang berisi pengharapan agar bayi tersebut bisa bermanfaat bagi orang lain.

Aqiqah Bayi yang Meninggal

Fitroh perempuan adalah mengandung dan melahirkan seorang bayi. Selama itu pula orang tua dengan amat sabar menunggu dan menanti kehadiran sang bayi.<>.

Berapapun umur kandungan itu, ketika telah terlahir ke dunia dianjurkan (sunnah) bagi kedua orang tuanya untuk memberikan nama, aqiqah dengan dua ekor kambing bila sang bayi laki-laki dan satu ekor bila perempuan. Lantas apakah masihkan disunnahkan memberikan nama dan beraqiqah kepada bayi yang sudah meninggal? Mengenai hal ini Kitab Fatawa Isma’il Zain menerangkan dengan dua rincian pertama, jika bayi itu tidak pernah lahir di dunia (meninggal dalam kandungan) maka tidak ada anjuran memberikan aqiqah dan nama. Namun, jika bayi tiu sempat menghirup kehidupan setelah dilahirkan meskipun hanya beberapa saat maka disunnahkan bagi orang tuanya untuk memberikan nama dan aqiqah kepadanya. Tidak disunahkan memberi nama bagi janin, begitu juga aqiqah, karena memberi nama dan aqiqah hanya disunahkan bagi anak bayi yang telah terlahir kedunia. Sedang untuk janin yang maninggal dalam kandungan ibunya, lalu dikuburkan bersama ibunya maka tidak disunahkan memberikan nama dan aqiqah bagi janin tersebut.

Hukum Aqiqah untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal

Tata Cara Aqiqah Menurut Nu. Hukum Aqiqah untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal

Bila belum terlaksana sampai melewati hari tersebut, orang tua masih disunnahkan aqiqah untuk anaknya hingga ia mencapai usai baligh. Justru kemudian saat mencapai usia baligh, anak yang bersangkutan diperbolehkan memilih antara mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak. Merujuk Keputusan Bahtsul Masail ke-17 Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) Se-Jawa Madura, hukum mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal diperbolehkan bila ada wasiat. Sedangkan mengaqiqahi orang tua yang sudah meninggal dunia hukumnya juga diperbolehkan bila ada wasiat sebagaimana diperbolehkannya melakukan kurban atas nama mayit (menurut sebagian pendapat).” (Keputusan Komisi A Bahtsul Masail ke-17 Forum Musyawarah Pondok Pesantren Se Jawa Madura di PP Nurul Cholil Bangkalan pada 8-9 Jumadal Ula 1429 H/14-15 Mei 2008 M).

Artinya, “Tidak boleh kurban atas nama mayit bila semasa hidupnya ia tidak mewasiatkannya, karena firman Allah yang artinya ‘Bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya’ (an-Najm ayat 39).

Related Posts

Leave a reply