Hadits Penentuan Awal Puasa Ramadhan. Berdasarkan hadits di atas, para ulama menetapkan dua metode untuk menentukan puasa awal Ramadhan. Sehingga dapat diartikan dengan metode memantau keberadaan bulan di awal yang berbentuk sabit atau belum terlihat bulat dari bumi. Untuk menentukan awal puasa Ramadhan melalui rukyatul hilal, menurut Penyuluh Agama Nandang Syukur, harus dilakukan dengan rukyah.

Rukyah ini maksudnya adalah melihat bulan langsung dengan mata telanjang sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Metode inilah yang digunakan bila malam ke-29 Sya'ban, hilal juga masih belum terlihat karena terhalang awan atau cuasa. "Ikmal atau istikmal adalah menggenapkan hitungan bulan menjadi 30 hari, pada saat hilal tidak nampak di tanggal 29 Sya'ban itu," tulis buku tersebut.

Ia menyebut, Allah SWT jalan tengah dari keragu-raguan antara tanggal 29 dan 30 yakni dengan mengambil keputusan hari ke-30 sebagai awal bulan.

Hisab dan Penentuan Awal Ramadhan

Hadits Penentuan Awal Puasa Ramadhan. Hisab dan Penentuan Awal Ramadhan

Kaum muslimin diperintahkan Allah untuk mengikuti dan mencontoh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh syari’atnya. Menurut ahli bahasa Arab, kata faqdurulah berasal dari makna taqdir yaitu tentukanlah bukan perkirakanlah, sebagaimana firman Allah :.

Demikian juga seandainya hisab diakui kebenarannya (dalam menentukan awal bulan Ramadhan), tentulah Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjelaskannya kepada manusia, sebagaimana telah menjelaskan waktu-waktu shalat dan yang lainnya. Dengan demikian benarlah pernyataan Ibnu Taimiyah bahwa penggunaan hisab dalam menentukan awal Ramadhan merupakan perkara baru yang terjadi setelah tahun tiga ratusan.

Telah benar berita bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika petugas (zakat) datang membawa shadaqah Ibnu Al Lutbiyah. Demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki beberapa para juru tulis (Katib) seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Zaid dan Mu’awiyah.

Menentukan Awal Ramadhan Dengan Hilal dan Hisab

Hadits Penentuan Awal Puasa Ramadhan. Menentukan Awal Ramadhan Dengan Hilal dan Hisab

“Tidaklah mereka –yang hidup di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– mengenal hisab kecuali hanya sedikit dan itu tidak teranggap. Karenanya, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan hukum puasa dan ibadah lainnya dengan ru’yah untuk menghilangkan kesulitan dalam menggunakan ilmu astronomi pada orang-orang di masa itu. Seterusnya hukum puasa pun selalu dikaitkan dengan ru’yah walaupun orang-orang setelah generasi terbaik membuat hal baru (baca: bid’ah) dalam masalah ini. Jika kita melihat konteks yang dibicarakan dalam hadits, akan nampak jelas bahwa hukum sama sekali tidak dikaitkan dengan hisab. Salah seorang ulama Syafi’i, Al Mawardi rahimahullah mengatakan, “Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk berpuasa ketika diketahui telah masuk awal bulan. Akan tetapi, para ulama berselisih pendapat mengenai teranggapnya atau tidak hilal di tempat lain dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan.

Problematika Hisab Rukyat di Indonesia

Hadits Penentuan Awal Puasa Ramadhan. Problematika Hisab Rukyat di Indonesia

Penggunaan metode hisab oleh Muhammadiyah didasarkan atas berbagai alasan, baik syar’i maupun astronomis, yang antara lain sebagai berikut:. Ayat ini tidak sekedar memberi informasi, tetapi juga mengandung dorongan untuk melakukan perhitungan gerak matahari dan Bulan karena banyak kegunaannya.

Hadis-hadis yang secara harfiah mengharuskan rukyat atau istikmal dalam memulai dan mengakhiri puasa Ramadan tidak berlaku permanen, karena hadis-hadis tersebut mengandung illat. Secara astronomis, penggunaan rukyat sebagai metode penetapan awal bulan kamariah menimbulkan masalah yang tak terhindarkan, antara lain:.

Dengan argumen seperti itu para ulama penganut hisab tidak menjadikan rukyat sebagai syarat memulai puasa Ramadan atau Idulfitri. Sesungguhnya kebolehan menggunakan hisab untuk menentukan mulai dan berakhirnya puasa Ramadan bukan muncul belakangan pada abad modern ini.

Akan tetapi sejak periode tabiin besar penggunaan hisab tersebut sudah diperbolehkan pula, meskipun masih terbatas pada kelompok kecil. Periode berikutnya Imam asy-Syafi’i (w. 204/820) mengikuti pendapat Muttarrif, kemudian diikuti pula oleh Muhammad ibn Muqatil ar-Razi (w. 242/857), dan Ibn Suraij (w. 306/918), seorang ulama syafi’iah abad ke-3 H. Kebolehan penggunaan hisab kala itu memang hanya terbatas ketika hilal tidak terlihat karena terhalang awan atau mendung, merupakan solusi teknis atas ketidak berhasilan rukyat.

Beda Pendapat Ulama soal Penetapan Awal Ramadhan

Bulan yang seharusnya dijadikan sebagai momen peningkatan ibadah dan amal saleh justu dinodai oleh saling cemooh antarkelompok masyarakat. Hanya saja, terkadang ada kelompok yang tidak mengikuti hasil sidang itsbat dimaksud dengan alasan mereka telah memiliki metode penetapan sendiri.

Karenanya menjadi sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui metode-metode yang digunakan oleh para ulama dalam menetapkan awal bulan Ramadhan. Mereka berpegangan pada firman Allah subhanahu wa ta’ala dan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam . Artinya, kewajiban berpuasa hanya bisa ditetapkan dengan melihat hilal atau menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.

Mereka berpedoman pada firman Allah subhanahu wa ta’ala dan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam . Artinya, Allah subhanahu wa ta’ala mensyariatkan kepada manusia agar menggunakan hisab dalam menentukan awal dan akhir bulan Hijriyah.

Dalam konteks negara Indonesia, terdapat beberapa kriteria penetapan awal Ramadhan, di antaranya: Pertama , imkanur rukyat (visibilitas hilal). Yaitu penentuan awal bulan Ramadhan yang ditetapkan berdasarkan musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS). Pemerintah melalui Kementerian Agama memiliki peran sentral dalam menyatukan perbedaan dimaksud, yaitu dengan menyelenggarakan sidang Itsbat awal Ramadhan yang didasarkan pada rukyat, dan hisab sebagai pendukung.

Hadits Seputar Ramadhan (3) Penentuan Awal Bulan Kamariah

Hadits Penentuan Awal Puasa Ramadhan. Hadits Seputar Ramadhan (3) Penentuan Awal Bulan Kamariah

Hadits Seputar Ramadhan (3) Penentuan Awal Bulan Kamariah Dengan Hisab dan Rukyat. “Dari Abu Hurairah ra berkata; bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: Janganlah sekali-kali salah seorang di antara kamu sekalian mendahului Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari, kecuali seseorang yang terbiasa berpuasa, maka biarlah ia berpuasa hari itu.” (HR.

“Dari Ammar bin Yasir ra berkata; bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa berpuasa pada hari syak (yang meragukan), maka dia telah melakukan maksiat kepada Abul Qashim (Muhammad) Saw.” (HR. Terlebih lagi hadits ini dikuatkan oleh jalur periwayatan lain sehingga kualitasnya menjadi semakin kuat. Kemudian ‘Ammar berkata; barangsiapa yang berpuasa pada hari ini maka sungguh ia telah durhaka kepada Abu al–Qasim (Nabi Muhammad Saw).” (HR.

Dan menurut riwayat al-Bukhari menyebutkan; jika dalam keadaan mendung, maka sempurnakanlah bilangannya 30 hari.” (HR. Apabila kalian terhalang oleh awan maka sempurnakanlah jumlah bilangan hari bulan Sya’ban menjadi tiga puluh.” (HR.

“Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin ‘Amru bahwa dia mendengar Ibnu’Umar ra. Perlu ditegaskan bahwa, penjelasan tentang penentuan awal bulan dengan hisab tidak hanya terkait dengan hadits-hadits di atas, tetapi juga terkait dengan hadits-hadits lain, ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang fungsi matahari dan bulan (ayat-ayat hisab), metode pemahaman terhadap hadits Nabi saw serta pendapat para ulama’ yang menjelaskan tentang ta’lil al-hukmi (causa hukum), serta hasil penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (astronomi), dan bukan semata-mata dengan pemahaman harfiah terhadap hadits Nabi Saw.

Cara Rasulullah Menentukan Awal Ramadhan : Okezone Tren

Hadits Penentuan Awal Puasa Ramadhan. Cara Rasulullah Menentukan Awal Ramadhan : Okezone Tren

Namun hal itu belum ditetapkan secara resmi, mengingat Kementerian Agama RI baru akan melakukan sidang isbat atau penetuan Ramadhan pada Kamis, 23 April 2020 mendatang. Sidang isbat awal Ramadhan tahun ini dipastikan berbeda, karena akan dilakukan melalui teleconference akibat virus corona (COVID-19) masih mewabah di Indonesia.

"Apa yang diputuskan oleh umara' kita pasti dengan pertimbangan matang dan melalui mekanisme panjang, yakni melibatkan banyak pakar, dari ulama hingga ahli astronomi. Namun jika ada yang berhasil melihat hilal, dan kesaksiannya dipandang sahih, maka malam 24 April bisa mulai Sholat Tarawih," terangnya. Harapan saya mudah-mudahan tahun ini umat Islam di Indonesia bisa memulai dan mengakhiri Puasa Ramadhan secara bersama-sama, tidak terjadi perbedaan," pungkasnya.

Related Posts

Leave a reply